Mencoba Istiqomah dalam Penantian

Rasanya, gemetar ketika membaca sebuah artikel yang membahas tentang jodoh. Ini adalah salah satu rahasia mutlak Allah SWT selain rezeki dan kematian. Penantian yang panjang, yang terkadang membuat muak dan menangis tak karuan. Hanya keistiqomahan yang mampu menemaninya, hanya kesetiaan pada aturan-aturan Allah yang mampu menghapus kesepian.

Bahkan tak jarang pula menangis di antara kegelapan malam, di sudut ruang, atau di setiap sujud-sujud yang khusu’. Menangis karena dia yang dinanti tak kunjung datang. Dia yang diharapkan menjadi imam dunia dan akhirat tak kunjung menjemput. Dia yang selalu dirindu dalam kesendirian tak jua hadir menyatakan cinta, dia yang kelak menjadi ayah dari anak-anak yang kita lahirkan tak kunjung menemukan kita. Dia yang ingin kita ajak bersama untuk membangun sebuah peradaban tak kunjung hadir dan menahkodai bahtera yang keras ini. Dia yang selalu kita rindu menasihati dengan lembut tak kunjung merapat. Tak memungkiri sepi dan lelahnya penantian itu.

Ketika yang lain ramai membeicarakan tentang “pasangan” mereka, rasanya terkadang ngiri juga. Namun rasa miris lebih mendominasi. Sedih ketika harus melihat saudara-saudara seiman yang jatuh terjerumus ke dalam jurang itu. Jurang yang mengatasnamakan cinta namun bukan cinta yang halal, hanya sebuah ikatan tanpa kejelasan. Mereka bilang pacar, atau apa lah terserah.

Pernah hadir keinginan untuk masuk ke dalamnya, menikmati indahnya masa muda. Keluar bersama, ada yang memperhatikan, ada yang mengasihi, ada yang antar jemput, dan selalu ada setiap kali dibutuhkan atau hanya sekedar bercanda berdua. Aduhai, syahdu sekali. Namun, itu semua terkalahkan oleh cinta yang dipegang dalam hati. Cinta yang telah ada sejak dulu, cinta untuk sang Maha Cinta. Untuk sang Maha Menghimpun Cinta dan yang maha memberi cinta. Allah SWT. Ia telah menjanjikan yang terbaik. Dan janji-Nya adalah pasti. Bahkan lebih pasti dari matahari yang terbit di pagi hari. Ia telah menjanjikan yang baik untuk yang baik, yang buruk untuk yang buruk[1]. Cinta yang Insyaallah akan dipersembahkan pada satu-satunya lelaki yang berhak mencium kening ini. Cinta yang hanya dikhususkan untuk seorang laki-laki yang kelak menjadi imam sejati, yang kini pun tak tahu entah di mana, yang sampai kini pun belum tersketsa pula.

Hanya sebuah doa yang senantiasa terucap dalam sadar maupun dalam tindakan. Semoga kelak dialah lelaki yang benar-benar yang terbaik yang akan menggenggam tangan ini. Lelaki yang memiliki visi dan misi yang sama dalam berumah tangga. Bukan hanya sekedar memadu kasih, atau orientasi dunia. Namun dia. Dia lelaki yang mampu membimbing keluarganya, menjaganya dari ancaman api neraka, melaksanakan apa yang diperintahkan Tuhannya, bercita-cita membangun sebuah peradaban yakni generasi Rabbani. Generasi yang mencintai Al-quran, mencintai Rasulnya, mencintai Tuhannya.

Subhanallah, rasanya indah ketika membayangkan yang demikian. Namun kita tak pernah tahu apakah akan sesempurna itu? Diri ini hanya mampu hingga batas perencanaan dan berusaha. Titik keputusan ada di tangan-Nya, Allah Azza Wa Jalla. Cukup berusaha memantaskan diri tanpa menjadikan makhluk sebagai tolok ukur namun demi perbaikan diri meraih ridho Illahi. 

Mahabbah Cintaku.
aku tidak secantik zulaikha
maka aku tak akan bermimpi menggenggam kau yang setampan yusuf
aku tak sekaya bilqis
maka tak sepantasnya aku menuntutmu sedigdaya Sulaiman
aku tidak semulia Khadijah binti Khuwailid
maka tak seharusnya menuntutmu sesempurna Muhammad SAW
aku tidak setegar Fatimah Az Zahra
maka tak adil jika aku menuntutmu untuk setangguh Ali RA
aku, kini hanya mampu mencintaimu dalam diam
seperti diamnya cinta Ali dan Fatimah
dan berharap cinta diam untukmu ini pun direstui oleh-Nya
hingga suatu ketika aku pun merasakan manisnya cinta Ali dan Fatimah



[1] QS. An Nur :26

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Jodoh Pasti Ketemu

#Danau Tengah Sawah

Membuat Piring dengan CorelDraw