Menjadi Manusia: Bangkit untuk Sembuh

Kita sering sekali mendengar kalimat "Tuhan itu Maha Baik". Namun, tak jarang kita menyangsikan kebaikannya. Terlebih ketika apapun yang terjadi pada kita terasa tak ada yang benar. Hingga tak jarang kita memilih uring-uringan. Ya, kalau ini saya anggap manusiawi sih. Dulu saya pun tak jarang merasakannya. Kita mulai menyalahkan Tuhan. Seakan-akan Dia harus mengikuti kehendak hati kita, mengikuti apa yang jadi mau kita. Heyy... Memangnya siapa kita hingga kita berani menuntut ini itu pada-Nya. Memang benar, kita makhluk yang diizinkan untuk meminta apapun pada-Nya. Namun apa kita lupa bahwa Tuhan punya hak prerogatif yang tak bisa kita ganggu gugat?

Kita, sering memaksakan apa yang jadi keinginan kita adalah hal yang paling baik, paling benar dan paling yang lain-lainnya. Sudah yakin? Iya, dulu saya yakin seperti itu adanya. Yakin bahwa apa yang ksaya minta adalah yang terbaik bagi saya. Hingga saya tak mampu melihat hal-hal menakjubkan lain yang disediakan Tuhan di depan mata saya. Saking "ngototnya" saya dengan keinginan-keinginan tadi pada akhirnya saya harus mengalami goncangan yang begitu besar. Atau mungkin bisa dikatakan depresi pada tingkatan tertentu. Saya, menjadi begitu tertekan. Mengandai-andai jika saja apa yang pernah menjadi kesempatan bagi saya dapat terulang kembali dan dapat dikoreksi seperti keinginan saya, dan menggunakan kesempatan yang pernah diberikan tersebut sesuai maunya Tuhan. 
"Jika saja hari itu aku begini, mungkin akan seperti ini. Jika saja hari itu aku ikuti maunya Tuhan, mungkin segalanya akan berbeda...."  Dan sederet pengandaian dengan berbagai kesimpulannya terus bergumul dalam benak saya, dalam pikiran saya. Namun, itu semua tak akan dapat terulang. Apda ujungnya saya hanya akan menangis dan menyesali dengan langkah yang telah saya ambil. Hari itu, hingga berbulan-bulan berikutnya, tahun berikutnya perasaan bersalah, menyesal serta tak berdaya terus menghantui hari-hari saya. 

Saya bahkan kehilangan berbagai memori-memori yang pernah tersimpan di otak saya. Entah karena sengaja saya lupakan atau karena efek depresi yang saya alami. Keduanya mungkin benar. Hingga akhirnya saya tak bersemangat untuk melihat hari-hari berikutnya, kesempatan-kesempatan lain yang tengah menghampiri, juga cita-cita yang pernah ada dalam benak pun saya lupa. Saya pun begitu takut untuk menatap hari-hari berikutnya. Takut kalau-kalau apa yang ada tak seindah ketika kuambil keputusan yang benar, takut kalau-kalau tak seindah rumus pengandaian yang tepat, serta sederet ketakutan yang masuk akal. Seperti telah lupa dengan kuasa Yang Maha Esa. Hambar, datar, rutinitas tak bermakna. Itulah yang terjadi, yang dijalani. 
Memang, pernah ada keinginan untuk sembuh dari itu semua. Tapi tidak semudah membalikkan tangan. Perlu perjuangan untuk sembuh dan berdamai.

Bulan-bulan terus berjalan. Hingga suatu hari saya menemukan sebuah buku yang menurut saya itu luar biasa. Dari Jasmine Mogahed : Reclaim Your Heart. Memang buku lama namun saya bersyukur Allah menakdirkan saya untuk belajar dari sana. Dari sini saya sadar bahwa intisari kehidupan bukanlah menjadi seperti apa yang kita inginkan. Namun, bagaimana menjadi yang Tuhan inginkan. Bagaimana menerima apa yang telah menjadi ketetapan-Nya meski terkadang kita punya pendapat dengan rumus logika panjang "jika begini maka akan begini, jika seperti ini akan jadi begini dan begitu". 

Intisari hidup adalah bagaimana kita ikhlas atas apapun yang menimpa kita, apapun takdir yang telah ada pada kita, apapun jalan yang kita lalui karena Tuhan akan ridho dengan langkah kita ketika kita pun meridhoinya. Itulah yang bisa saya pelajari dari buku itu. Meski sebenarnya pelajaran-pelajaran itu telah ada dalam Al Quran yang kita imani. 

Semenjak hari itu saya terus bertekad untuk sembuh. Untuk tidak terus-terusan larut dalam penyesalan dan masa lalu. Belajar untuk menerima dan berdamai atas apa yang telah terjadi. Belajar untuk bangkit dan memulai lagi dari awal. Terkadang memang masih terasa menyakitkan, namun seiring waktu semuanya menjadi sebuah pelajaran berharga, ada hikmah-hikmah tersembunyi di sana. Memang benar kata orang bijak "Waktu yang akan menyembuhkan

Kini, saya hanya memasrahkan pada Tuhan dan tak ingin begitu memaksakan apa yang menjadi kemauan saya. Bukannya tak punya tujuan dan cita-cita layaknya orang lain. Namun, saya sadar jika tujuan dan cita-cita itu hanya berorientasi pada kehidupan yang sementara, saya sadar itu tak akan bermakna selain saat ini. Kini saya hanya berdoa jika memang Tuhan inginkan saya untuk menempuh jalan A, maka saya harap Ia menguatkanku untuk melangkahkan kaki di jalan itu dan menjadikan saya tumbuh baik di jalan itu. Namun, jika Tuhan tak inginkan saya di jalan tersebut maka bimbing langkah ini untuk meninggalkannya dan gantikan dengan jalan yang lebih baik. 

Karena sejatinya kebahagiaan hakiki, tujuan sesungguhnya adalah kampung akhirat. Kita saat ini tengah berlayar dengan kapal di dunia ini. Jika kapal kita berlubang maka segera buang air yang masuk agar kita tak tenggelam. Umpama dunia ini, ketika terlalu banyak urusan dunia yang melenakan hati ini, segera kembalikan pada sebaik-baik tempat kembali, Allah SWT.

#Bumi Allah

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Jodoh Pasti Ketemu

#Danau Tengah Sawah

Membuat Piring dengan CorelDraw