Moment with Her
Pagi
ini aku berbincang dengan saudariku satu-satunya. Pada awalnya hanya berbincang
tentang hal-hal kecil yang sering dibicarakan antar saudara. Yah, kalau dua
saudara perempuan bersatu pasti tahu lah yang diomongin apa saja. Mulai dari
fashion sampai dengan mimpi-mimpi tentang masa depan. Sedikit absurd mungkin, terkadang
kalau didengar-dengar seperti terlalu koya. Hehe, saya yakin semua yang membaca cerita ini pasti pernah mengalami hal-hal konyol seperti ini. Berbincang bersama
dengan saudarinya dan membicarakan hal-hal yang kadang nggak masuk akal,
menyusun rencana-rencana yang terkadang di luar nalar, atau bahkan saling
berkeluh kesah satu sama lain. Membicarakan model pakaian yang sedang in saat
ini, tentang gaya pakaian si A, si B yang terkadang menjadi fashion disaster, atau bahkan tentang
kebiasaaan seorang dosen yang kita pikir menarik untuk dibahas, atau cerita
keberhasilan orang-orang di sekitar kita yang menginspirasi.
Entah, terlepas
dari kata ghibah, alias menggunjing
saya rasa ini adalah hal yang menyenangkan. Bisa berbagi dengan satu-satunya
saudariku. Bercerita tentang ini dan itu. Serasa kehidupan ini begitu indah,
mengalir, penuh harapan, dan bahkan di sini lah hidup. Ini lah yang selalu
memotivasi setiap langkahku. Sebuah hubungan yang sehat dengan saudariku mesti
tak pelik terkadang ada pertengkaran, adu mulut atau bahkan saling benci. Tapi itu
hanya berlangsung beberapa jam saja. Dan kembali ke keakraban seperti semula. Saya
yakin, yang membaca cerita ini pun pernah mengalaminya. Sepertinya inilah hal
terindah yang dianugerahkan Allah, hikmah dalam setiap hubungan. Nggak jarang
sebenarnya aku dan saudariku saling mengomel satu sama lain ketika salah satu dari
kami melakukan ketidakdisiplinan. Maklum, saya paling tidak suka dengan sebuah
ketidakteraturan. Ini yang membedakan antara kami. Kalau ia lebih manja maka aku yang harus menjadi lebih tegar. Meski demikian selalu ada
hal-hal bisa diambil pelajaran dari masing-masing karakter yang kami miliki.
Selalu
ada pesan yang terucap antara kami ketika orang lain menganggap ini sebuah hal
yang konyol untuk dilakukan. Hanya mengucapkan “Suatu hari kita akan merindukan hal ini. Jadi, kenapa tidak dinikmati”.
Mungkin benar. Suatu hari pasti satu diantara kami akan saling merindukan
peristiwa-peristiwa yang pernah dialami bersama. Ketika makan es krim bersama,
ketika pergi belanja bersama, ketika mengomentari tentang sebuah film, ketika
menyampaikan sudut pandang masing-masing tentang sebuah masalah, ketika
menyampaikan apa yang disebut opini publik dari sebuah peristiwa yang sedang hot. Atau bahkan ketika saling bercerita
tentang hari-hari yang membosankan di kampus. Jarak usia kami terpaut cukup
jauh, lima tahun. Namun, saudariku selalu bisa jadi teman bercerita yang asyik.
Ia mampu mengikuti alur berfikirku, begitu pula aku selalu mengikuti cara
pandangnya yang terkadang terkesan idealis. Ya katanya kalau muda itu yang idealis, meski ngga seharusnya idealis pada dasarnya-. Baru ketika salah satu dari kami menggunakan pandangan yang di rasa
tidak sesuai dengan aturan-aturan agama, maka akan saling menegur. Ia tidak
pernah marah ketika teguran itu didasarkan dengan hukum yang jelas dalam agama
kami, begitu pun saya. Pernah
terfikir, bilamana saudariku ini ditukar dengan yang lain apakah sama seperti
ini? Bagaimanapun, dia tidak akan pernah sama dengan saudari siapapun.
Terkadang memang membuat muak, tapi muak itu masih kalah dengan rasa sayang yang ada. Sebuah harapan yang selalu aku sematkan semoga ia mampu mewujudkan mimpi-mimpi yang telah ia susun, yang selalu ia bangga-banggakan di hadapanku.
"Meski kau tak pernah tahu
Doa-doa yang kulantunkan untukmu,
Aku tak pernah lelah di sini saudariku,
Berharap kau mampu menjadi kebanggaan ayah ibu,
Seperti kata kakek nenek kita, "Mikul duwur, mendem jero"
Ingat itu
Kau tak harus jadi secantik mawar tapi kau harus jadi semanfaat kelapa
Dari akar hingga lidinya selalu menemani manusia
Memberikan manfaat"
Terkadang dua saudara itu tak pernah akur. Memang.
Tak jarang pula dua saudara itu mampu membangun sebuah peradaban, layaknya penemu pesawat terbang, Orville Wright dan Wilbur Wright. Setiap momen yang dilewati bersama akan melahirkan sebuah cerita berbeda. Setiap senyum yang tergaris menelurkan kenangan berbeda. Bahkan setiap tengkar yang memecah membentuk keakraban tersendiri. Bersyukurlah yang punya saudara. Menjadi kewajiban bagi kita untuk saling menjaganya. Bukan hal yang menyakitkan ketika kita terlahir menjadi anak tunggal, toh masih banyak cerita indah lahir dari sahabat-sahabat kita.
[Selamat berjuang untuk saudariku. Mari bersama kita ukir kebanggaan di wajah orangtua. Saling mendoakan dalam kebaikan, itu kunci utama yang harus dipegang.][lik]
Komentar
Posting Komentar