Perahu Bahteraku
Jauh aku berkayuh,
Berkayuh dengan sisa tenaga yang
ada,
Dalam kayuhan yang tak kunjung
datang sang nahkoda untuk menemaniku mendayung di bahtera ini
Begitu lelah hingga aku lupa,
buritan ini telah retak,
Angin membawaku menepi, berhenti
sejenak,
Benar, di sini aku melihat camar
beterbangan,
Semilir angin membelai, melepas
lelahku,
Dingin air menyadarkan aku tak
perlu segila ini kalau untuk menanti seorang nahkoda,
Bagaimana aku menemukan nahkoda
yang handal jika buritanku saja retak?
Bagaimana aku bisa menemukan
seorang pemimpin yang baik kalau aku saja tidak baik?
Bagaimana aku menemukan seorang
yang pandai mengarahkan kemudi bila aku saja tak pandai?
Bagaimana aku temukan kebaikan
jika niatku saja masih ternoda?
Saat aku sejenak terhenti,
Sekitarku menyadarkanku,
Kuhentikan langkahku di sini,
Bukan, bukan untuk berhenti
selamanya,
Bukan pula untuk menyesal,
Tapi untuk kembali menyusun
kayu-kayu kuat untuk kubuat lagi kapal yang lebih kuat,
Biarlah harus kumulai dari awal
lagi,
Meluruskan niat, karena memang
dulu niat ini salah,
Menikmati terang cahaya yang
menerpaku,
Menuntunku untuk meluruskan semua
ini,
Melangkah mengikuti terang cahaya
yang kini begitu indah terasa,
Aku tersadar, sebenarnya cahaya
ini sudah ada sejak lama,
Aku hanya tidak pandai
melihatnya,
Mata ini tertutup kegalauan,
tertutup cinta yang menggebu padamu yang tanpa dasar yang benar,
Meski kali ini masih sama, aku
mencintaimu, namun aku ucapkan itu dengan dan karna niat yang lurus
Komentar
Posting Komentar